Sabtu, 24 Mei 2014

Sepenggal Kisah di Gaya Baru Malam Selatan

Bersimpuh menjajakan pecel
12 Maret 2013 -- Hujan cukup deras mengguyur Purwokerto sore itu. Membuat syahdu penantian akan kereta api Gaya Baru Malam Selatan memasuki stasiun. Kereta api dari stasiun Jakarta Kota ini akan membawaku kembali ke Surabaya Gubeng, setelah tidak lebih dari sehari aku berkunjung ke Purwokerto. Sekitar pukul 17.23, KA Gaya Baru Malam Selatan akhirnya datang untuk menjemput sebuah perpisahan yang akan selalu merindu perjumpaan.

Tempat duduk cukup penuh waktu itu, mungkin karena hari minggu. Banyak orang yang berangkat ke perantauan, atau sebaliknya pulang ke peraduan. Duduk di sebelah, dua orang bapak yang ramah. Dua perempuan ada berhadapan denganku yang mungkin sedari tadi telah bercengkerama dengan kedua bapak di sampingku ini, sehingga di bangku kami yang saling hadap tidaklah sunyi. Sangat lumrah bagi kami penumpang kereta api ekonomi saling tegur sapa dan berbasa-basi.
Tak lama berselang, sampailah KA Gaya Baru Malam Selatan di stasiun Kroya, stasiun pertemuan antara jalur selatan dan utara di Jawa Tengah bagian barat. Hal ini menjadikan stasiun Kroya ramai penumpang karena lalu lintas yang cukup padat. Ramainya pengunjung di stasiun Kroya dimanfaatkan pedagang asongan untuk mencari nafkah. Salah satu yang khas ialah penjaja nasi pecel yang konon telah ada sejak dibukanya stasiun Kroya pada 18871).

Pecel di Kroya menjadi sangat "khas" karena menyertakan rajangan bunga kecombrang sebagai pembeda dengan pecel di tempat lain. Dipakainya lontong sebagai bahan pokoknya, serta sayuran berpelengkap bakwan, mendoan, maupun rempeyek udang yang ditambahkan siraman bumbu yang legit penuh rempah, memberikan sensasi tersendiri ketika dikunyah. Segarnya kecombrang berpadu mesra dengan manisnya bumbu dan gurihnya mendoan, ditambah alat makan berupa sumpit sederhana dan dimakan di atas kereta membuat terasa sungguh istimewa!

Pecel seperti ini sebenarnya tidak hanya bisa dijumpai di stasiun Kroya saja, namun  di hampir seluruh wilayah Banyumas, Cilacap dan pesisir Kebumen. Para wanita tangguh penjaja pecel di stasiun Kroya inilah yang memperkanalkannya kepada dunia 'luar'. Mereka menjajakan melalui sebatas jendela atau pintu kalau yang berhenti adalah KA Eksekutif, masuk gerbong tanpa ikut perjalanan KA kalau kereta Bisnis, dan naik mengikuti laju kereta Ekonomi. Tapi, itu dulu sebelum ada peraturan pedagang asongan dilarang masuk kereta api.

Saat itu, seorang nenek tiba-tiba menaruh panci dibawah bangku kosong di hadapanku, di samping dua penumpang perempuan. Nenek itu menyapa kami dengun senyum ramahnya. Setelah kereta Gaya Baru Malam ini beranjak, nenek itu mengambil panci dari bawah bangku, membuka penutupnya dan ... menjajakan pecelnya. Ternyata nenek ini merupakan penjual pecel yang menghindari petugas dengan menyamar sebagai penumpang saat petugas lewat!

Peraturan sekarang memang tidak boleh ada lagi pedagang asongan di dalam kereta api, dan mereka menyiasatinya seperti ini. 'Kucing-kucingan' dari penjagaan petugas. Bukan petugas pemeriksa karcis yang dihindari, melainkan Polisi Khusus KA (POLSUSKA). Nenek ini bilang, "yang membawa bedhil" yang mereka takutkan. POLSUSKA tidak segan untuk menurunkan di stasiun terdekat jika mereka menemukan para pedagang asongan, dan nenek ini pernah merasakannya.. :-(

Menurut si nenek, POLSUSKA ini menyisir pedagang asongan antara stasiun 'x' dan stasiun 'y', sehingga di antara stasiun tersebut, mereka menyamar sebagai penumpang dan menyimpan dagangannya di bawah bangku atau di manapun yang mereka rasa aman. Sisanya, mereka menjajakan dagangan dengan jalan ke depan-belakang KA karena POLSUSKA tidak ikut serta kereta tersebut. POLSUSKA hanya naik di stasiun 'x' dan turun di stasiun 'y', begitu sebaliknya dan seterusnya.

Si nenek bercerita seperti ini sembari membuatkan pecel kepada para penumpang dengan cekatan disertai tingkat kewaspadaan yang tinggi. Hingga akhirnya hampir seluruh penumpang di gerbong kami membeli pecel si nenek, termasuk aku dan bapak sebelahku. Ketika kereta Gaya Baru Malam Selatan yang kami naiki akan memasuki stasiun Kebumen,  si nenek pamit, turun di sini dan berganti kereta yang menuju kembali ke stasiun Kroya.

Selepas stasiun Kebumen kantuk mulai terasa, hingga akhirnya sampailah di stasiun Surabaya Gubeng pada pukul 02.00.

Sampai jumpa sayang, sampai jumpa nenek penjual pecel... :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar